Langsung ke konten utama

Menu Berbuka Baik-Baik: Nasi Goreng Arang


Sepintas tak ada yang istimewa dari nasi goreng ini. Menempati sebuah warung kecil, nasi goreng disiapkan dan dimasak di sebuah gerobak kayu. Dua sampai tiga potong ayam matang tergantung di atasnya. Wadah kaca berisikan mie kuning dan bihun menandakan kalau tempat ini juga menyajikan bihun goreng dan bakmie jawa.

Namun nasi goreng adalah yang paling banyak dipesan pembeli di tempat ini. Bukan saja karena rasanya yang gurih dan porsinya yang lumayan banyak, tapi yang istimewa adalah memasaknya yang masih menggunakan tungku dan arang. Tak banyak nasi goreng dan bakmie Jawa yang masih mempertahankan cara memasak menggunakan arang seperti ini.

Oleh karena itu yang menarik juga di tempat ini adalah sebelum makan pembeli akan mendapatkan tontonan cara memasak tradisional yang mengesankan. Penjual awalnya mengipasi tungku. Ketika sudah mulai memasak tugas mengipasi diserahkan kepada sebuah kipas angin kecil. Arang pun membara, pijarnya yang merah membuat tungku seakan berpendar. Panas arangnya sampai terasa ke tempat duduk pembeli. Yang sangat menarik adalah ketika bara arang menghasilkan “kembang api” yang terbang dari dalam tungku. Proses memasak pun menjadi seperti sebuah pertunjukkan. Tak jarang “kembang api” tersebut begitu besar hingga membuat sang penjual agak menjauh sejenak dari wajan penggorengannya.


Setiap harinya nasi goreng arang buka mulai pukul 18.00 hingga 24.00 dan selama bulan puasa biasanya akan ramai selepas shalat tarawih. Seperti ketika saya 2 hari lalu datang ke sana jelang pukul 9 malam, banyak orang sudah mengantri.

Agak berbeda dengan warung nasi goreng lainnya, pembeli di tempat ini biasanya lebih sering membeli untuk dibungkus daripada makan di tempat. Warungnya yang kecil, mungkin hanya bisa memuat 8 orang, ditambah letaknya di tepi jalan yang ramai tanpa tempat parkir yang cukup boleh jadi menjadi alasan mengapa banyak pembeli lebih suka membungkusnya.

Satu porsi nasi goreng arang disajikan bersama potongan acar mentimun. Taburan bawang merah goreng dan daun seledri menjadi pelengkap. Sayang di sini tidak menyediakan kerupuk. Telur orak-arik dan beberapa potong daging ayam berpadu pas dengan butiran nasinya yang tidak terlalu besar. Proses memasaknya yang menggunakan arang membuat panasnya lebih merata serta tahan lama. Aroma seperti terbakar juga membuat nasi goreng ini makin menggugah selera.

Satu lagi yang membedakan nasi goreng arang ini dengan jualan sejenisnya adalah penggunaan kuah kaldu ayam. Ketika menggoreng, sedikit kaldu ayam ditambahkan sehingga nasi goreng yang dihasilkan sedikit lengket namun tidak basah. Bagi yang tidak suka silakan memesan tanpa tambahan kaldu. Jika menghendaki tambahan sayap atau kepala ayam sebagai campurannya  kita bisa memintanya secara khusus, tentu dengan harga yang sedikit lebih mahal.

Soal rasa, seperti yang saya bilang di awal, nasi goreng arang ini cukup meninggalkan jejak di lidah. Perpaduan bumbunya yang pas, kaldu ayam serta panas dan aroma pembakaran dari arang menghasilkan sensasi nikmat yang kuat di lidah. Saya biasa memesannya tanpa saus dan tidak pedas sehingga rasa manisnya menjadi sedikit kuat karena kecapnya menjadi lebih dominan.

Tertarik untuk mencobanya sebagai menu berbuka?. Cukup Rp. 9.000 kita bisa menikmati seporsi nasi goreng arang ini ditambah pertunjukkan percikan kembang api bara arang yang menjalar ke sana-kemari. Di mana?. Nasi goreng arang lek Man ini ada di Jalan Kaliurang Km.5 atau 500 meter dari kampus Universitas Gadjah Mada. Dari Gading Mas 2, warung nasi goreng ini berada 10 meter di sebelah selatannya. Atau jika dari Gudeg Yu Djum yang berada di gang Srikaton, nasi goreng ini berada 30 meter di sebelah utaranya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk