Langsung ke konten utama

Segarnya Salak Pegunungan Menoreh dari Dusun Sabrang Kidul, Kulonprogo

Tandan salak yang hampir matang


Sabrang Kidul  terletak di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo (Pegunungan Menoreh) dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Meski hanya sebuah dusun, namun Sabrang Kidul adalah pusat penghasil salak pegunungan di Yogyakarta. Dari sekitar 150 kepala keluarga petani salak di desa Purwosari dengan total lahan mencapai 70 hektar, sebagian besar ada di Sabrang Kidul.  Selain di Purwosari, salak pegunungan juga di desa-desa sekitarnya seperti Jatimulyo.

Perlu waktu 1,5 jam perjalanan dari kota Yogyakarta untuk menuju Sabrang Kidul. Di musim hujan seperti saat ini waktu perjalanan dapat lebih lama karena meski jalan menuju Pegunungan Menoreh sudah diaspal namun untuk tiba di Sabrang Kidul kita harus blusukan jalan kaki melalui jalan sempit dengan tanah yang licin.


Bunga salak

Kebun Salak di sekitar rumah warga


Salak yang ditanam di Sabrang Kidul adalah jenis Sallaca edulis cv. “Pondoh” atau biasa dikenal sebagai Salak Pondoh. Selain di Kulonprogo, pusat penghasil salak pondoh lainnya berada di Kabupaten Sleman terutama di wilayah Turi. Menurut informasi Salak Pondoh Sabrang Kidul dihasilkan dari persilangan Salak Pondoh Sleman dengan Salak Pegunungan.

Di Sabrang Kidul, kebun-kebun salak mengisi halaman depan, belakang bahkan mengelilingi rumah-rumah petaninya. Tak heran jika Sabrang Kidul terlihat seperti dusun yang berada di tengah-tengah hamparan kebun salak yang lebat. Untuk tiba di rumah warganya tak jarang kita harus melewati lorong atau jalan menembus kebun salak. Oleh karena itu sepanjang jalan kita bisa menyaksikan tanda-tandan buah salak yang menggiurkan dengan kulit coklat mengkilat yang basah oleh embun. Tak ketinggalan bunga salak yang berwarna merah muda menambah manis perjalanan menyusuri kebun.

Daging salak Pegunungan berwarna putih gading terbungkus kulit coklat mengkilat

Salak segar langsung dari tandan yanb baru dipetik


Ukuran buah salak pegunungan sedikit lebih besar dibanding salak pondoh Sleman. Kulitnya tebal namun tidak keras sehingga mudah dikupas. Ketika kulitnya dibuka 3 siung  salak dengan daging buah berwarna putih cukup menggoda untuk segera dinikmati. Tumbuh di atas pegunungan menjadikan daging buah salak ini terasa dingin seperti baru dikeluarkan dari dalam kulkas.

Bunyi “kres” ketika digigit menandakan kepadatan daging buah yang baik dan belum terlalu masir. Dibanding salak pondoh lainnya yang dominan dengan rasa manis, salak pegunungan Sabrang Kidul memiliki jejak rasa masam yang pas menyatu dengan manisnya. Rasa yang unik ini selain merupakan produk persilangan juga dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuhnya di Pegunungan Menoreh.

Bagi penggemar buah lokal terutama penikmat salak yang tidak terlalu suka dengan rasa manis yang kuat, Salak Pegunungan Menoreh dari Sabrang Kidul dijamin akan membuat ketagihan. Apalagi jika melihat kumpulan buahnya yang berjejalan di setiap tandannya, rasanya ingin memborong untuk dijadikan oleh-oleh.

Salak Pegunungan Menoreh dari Kulonprogo sudah sepantasnya  menjadi komoditas unggulan daerah. Di tengah gencarnya gerakan kembali ke pangan dan buah-buahan lokal, Salak Pegunungan Menoreh dari Sabrang Kidul dan tempat-tempat lain di Pegunungan Menoreh adalah potensi yang harus dikembangkan dan diperkenalkan secara terus menerus. Dari sebuah dusun terpencil di atas Pegunungan Menoreh, satu lagi buah lokal Indonesia yang istimewa.


Tandan salak menggoda untuk diborong sebagai oleh-oleh

Komentar

  1. Semoga salak dari pegunungan Menoreh semakin maju dan tidak kalah populer dari durian menoreh :D

    BalasHapus
  2. iya, salak menoreh belum seterkenal duriannya, padahal di menoreh kebun salak begitu luas terhampar di beberapa desa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk